Jumat, 04 April 2008

Keseimbangan


Ada beberapa cerita yang sangat menarik dari salah seorang penasehat spiritual kejawen yang pernah berdialog dengan saya. Menurut Beliau kita itu sudah diberi karunia yang sangat ampuh yaitu pikiran yang tajam. Itu karunia yang luar biasa dan lebih dari cukup buat kita. Jika kita bisa menggunakannya dengan baik kita tidak akan kekurangan. Jangankan pikiran, jika kita punya sabit saja itu sudah cukup untuk hidup. Dengan sabit kita bisa menyabit rumput lalu kita jual, hasilnya dibelikan ayam sepasang, jika dipelihara dan beranak pinak hasilnya bisa kita belikan kambing. Kambing kita pelihara sepasang jika beranak pinak hasilnya bisa kita belikan sapi. Sapi kita pelihara jika beranak pinak hasilnya bisa kita gunakan untuk mengembangkan usaha yang lain dan bisa mempekerjakan dan menghidupi lebih banyak orang. Itu awalnya hanya dari sebuah sabit. Apalagi jika kita bisa menggunakan pikiran yang tajam.
Alam semesta ini dari awalnya sudah seimbang dan akan selalu menyeimbangkan diri bagaimanapun caranya. Perhatikan saja lingkungan sekitar kita yang masih alami. Ketika pohon buah berbunga akan muncul kupu-kupu, ketika kupu-kupu bertelur di daun, dalam bunga tadi sudah terjadi penyerbukan. Lalu menjadi biji dan berkembang perlahan menjadi buah muda. Bersamaan itu telur tadi sudah menjadi ulat. Ulat memakan daun. Berkurangnya daun akan memaksimalkan pertumbuhan buah. Setelah buah matang bisa dipetik atau jatuh dan menjadi tanaman baru. Untuk pisang misalnya dia akan layu, mengering dan mati setelah berbuah namun di sekitarnya akan muncul tunas-tunas baru. Sementara ulat tadi sudah berubah menjadi kepompong. Nanti ketika tanaman sudah ada yang berbunga, kepompong itu akan berubah menjadi kupu-kupu dan siklus itu akan terus berlanjut. Begitulah salah satu bagian sangat kecil dari keseimbangan alam semesta ini.
Sedulur papat limo pancer, manusia akan memperhatikan empat mata penjuru di sekitarnya dan satu hubungan dengan yang di atas. Falsafah Jawa ini mengandung arti yang dalam bahwa manusia itu pada kodratnya punya kepekaan akan keseimbangan dengan alam sekitar dan suatu kekuatan yang lebih besar yang ada di dalam dirinya dan di luar dirinya. Hanya semua itu dikembalikan lagi kepada manusia sendiri, apakah mereka mau mengasah semua karunia dan potensi dirinya ataukah membiarkannya menjadi tumpul?

Tidak ada komentar: