Rabu, 26 Mei 2010

Bali Tempoe Doeloe

Membicarakan Bali mengingatkan kami akan pengalaman pergi ke sana beberapa waktu yang lalu. Waktu itu yang kami ingat hanya perjalanan yang memakan waktu cukup lama karena kami naik kereta ekonomi dari Jogja kemudian dilanjutkan naik bus menuju Terminal Ubung Denpasar. Di Bali kami keliling menggunakan sepeda motor untuk melihat suasana yang berbeda dengan Jogja. Pantai yang indah, suasana harum di sekitar, dan sunset yang bisa dilihat di tepi pantai memberikan warna tersendiri bagi perjalanan kami.
Ada beberapa literatur yang ditulis tentang Bali dan mungkin sudah banyak sekali media yang menampilkan tentang Bali. Salah satu buku yang menceritakan tentang Bali adalah buku yang berjudul “ Indonesia Manusia dan Masyarakatnya”. Buku ini disusun oleh Judith Shaw dan Ian Charles Stewart tahun 1987. Berikut sebagian kutipan dari buku itu:
Jalan sejarah Bali amat bergelora, dan dalam beberapa bagian hampir mirip legenda. Sejak jaman Hindu Jawa, raja-raja Hindu Bali berkuasa di Bali. Selama seribu tahun kekuasaan raja silih berganti antara Jawa dan Bali. Ada kalanya Bali merupakan negara bagian, ada kalanya sebagai kerajaan yang berdiri sendiri. Bahkan pada awal abad ke-11, di jaman pemerintahan Erlangga,- seorang raja keturunan putri Jawa dan pangeran Bali-. Bali pernah berkuasa atas Jawa untuk beberapa lamanya.
Pada tahun 1343 Mahapatih Gajah Mada merebut Bali dan masuklah Bali dalam wilayah kekuasaan Majapahit seperti bagian-bagian lain dari Nusantara. Kerajaan ini runtuh di bawah pemerintahan Brawijaya V yang mendengar ramalan, bahwa empat puluh hari lagi gelar Raja Majapahit akan lenyap. Ia begitu percaya pada ramalan itu, sehingga ia membakar diri pada hari keempat puluh. Putranya melarikan diri ke Bali dan mempermaklumkan diri sebagai raja Bali. Para penguasa, pendeta, kaum cendekiawan, dan seniman dari sebuah kerajaan yang paling maju di Asia Tenggara, bersama sari pati kebudayaan Jawa dipindahkan ke tanah budaya Bali yang subur. Kesenian, agama dan kesusastraan Hindu Jawa diserap oleh kebudayaan Bali dan berkembang di sana hampir tanpa gangguan sampai hari ini.
Pada tahun 1597 sebuah armada kapal Belanda menemukan pulau itu. Lebih dari dua ratus tahun Belanda berusaha menguasai Bali tetapi tak berhasil. Pada pertengahan abad ke-19 ekspedisi militer Belanda yang pertama dikirim ke Bali, sehubungan dengan hak Bali dahulu untuk mengambil muatan kapal-kapal yang kandas di pantai Bali. Pada tahun 1880-an Belanda mengadakan perjanjian dengan Bali Utara. Pada awal abad ke-20 Belanda sudah menguasai Bali, kecuali kerajaan di Bali Selatan.
Pada tahun 1904 sebuah perahu dagang “Sri Komala”, milik seorang Cina terdampar di pantai Sanur, Bali Selatan, dan muatannya habis dirampas. Pemiliknya meminta bantuan Belanda dan menuntut ganti rugi pada Raja Badung. Setelah dua tahun berunding, Raja Badung menolak tuntutan itu, dan Belanda melancarkan sebuah ekspedisi terhadap Raja Badung. Lima hari kemudian ketika kekalahan tak dapat dielakkan lagi, Raja Badung mengajak para pengikutnya untuk melakukan puputan. Tetapi kemenangan Belanda itu kemenangan yang pahit, yang mempunyai akibat luar biasa bagi orang Bali selanjutnya. Walaupun Belanda berhasil menguasai Bali Selatan dan semua Raja Bali, tetapi istana Badung sebagai benteng pertahanan terakhir menjadi suatu trauma bagi penguasa Belanda. Pertama-tama mereka tidak dapat memahami mengapa orang Bali begitu keras reaksinya dan rela berkorban, dan mereka pun tak tahu kapan dan apa yang mungkin dapat menyebabkan ulangan reaksi seperti itu.. Daripada mengambil resiko, Belanda melakukan politik lepas tangan di Bali, suatu sikap yang baru dan tak pernah dilakukan di bagian lain di Indonesia. Administrasi colonial dijalankan serupa dengan cara krtika masih ada raja-raja, dan kehidupan berjalan seperti biasa saja.
Bagaimanapun juga, di Bali kehidupan yang sesungguhnya terdapat di desa, di pura-pura dan di sawah. Bukan di istana-istana. Agama sangat besar pengaruhnya di Bali dan menguasai segala aspek kehidupan. Agama Hindu yang dianut di Bali telah bercampur dengan animism dan diperhalus oleh jiwa Bali unik dan menjadikannya suatu Agama Hindu yang tidak akan dikenali kembali oleh orang India, yang beragama Hindu ortodoks.Takkan mungkin memisahkan orang Bali dari agamanya Benar bahwa seorang Bali yang beralih agama dan menganut agama lain, bukan lagi orang Bali, karena ia telah melepaskan diri dari dewa-dewa keluarganya.
Pura adalah lembaga terpenting di Bali. Pura-pura banyak ragamnya , dari pura induk Besakih, yang terletak tinggi di lereng gunung suci Gunung Agung, sampai ke tempat pemujaan kecil di setiap rumah. Setiap keluarga, bersama dengan warga lain di Banjarnya , ikut bertanggung jawab dalam pemeliharaan pura desa dan membangun jalan desa. Anggota banjar juga merupakan tenaga inti dalam upacara besar di pura dan kegiatan music. Keluarga-keluarga itu juga menjadi anggota subak, yang mencakup semua rumah tangga yang sawahnya memperoleh jatah air dari saluran irigasi yang sama. Subak membagi jatah air ke setiap keluarga, memelihara saluran irigasi, dan memperbaiki tanggul-tanggulnya.
Keunikan inilah yang menjadikan Bali sebagai tujuan wisata, namun kesulitan-kesulitan yg dijumpai di dunia luarpun juga menimpa Bali. Melonjaknya jumlah penduduk menimbulkan keadaan gawat , dan angka kelahiran yang tinggi serta usia yang panjang, menurut seorang warga Bali yang lanjut usia, akan membuat orang “sukar bernapas” di Bali. Juga Inflasi berpengaruh. Orang harus bekerja lebih lama untuk menghadapi kenaikan harga , dan waktu serta uang untuk memenuhi keperluan tradisional menjadi berkurang.
Pariwisata merupakan pemasukan devisa utama di Bali dan digalakkan oleh pemerintah. Bali saja dapat menarik banyak pengunjung daripada seluruh daerah wisata lainnya di Indonesia. Kebudayaan Bali yang khas beserta penduduknya sedang mengalami perubahan karena “serbuan” wisatawan yang berkunjung ke situ. Akan tetapi, Bali sudah sejak dahulu selalu terkena serangan dari luar. Dan penduduknya sejak dahulu selalu berhasil menyerap apa yang berguna untuk mengubah yang tak sesuai lagi, di samping tetap mempertahankan sifat-sifat khas mereka sendiri.